Selasa, 22 September 2015

JEJAK ERUPSI MERAPI


Siapa yang tidak mengenal Mbah Maridjan dengan slogan khasnya “Rosa, Rosa” yang sampai saat ini masih diputar di televisi sebagai iklan salah satu minuman berenergi. Mbah Maridjan merupakan juru kunci gunung Merapi yang turut menjadi korban keganasan erupsi gunung yang dijaganya. Seakan waktu terhenti pada saat terjadinya letusan dahsyat yang menelan banyak korban jiwa tersebut. Hari Jumat tanggal 5 November 2010 pukul 00.05 dini hari merupakan saksi bisu dari sebuah jam dinding rusak yang masih terpampang di Museum “Sisa Hartaku” yang terletak di dusun petung, Kepuharjo kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Touring erupsi merapi dengan menggunakan kendaraan Jeep (Tour of Merapi eruption by Jeep vehicle)

Pertama kali melihat pemandangan kedahsyatan letusan gunung Merapi agak miris juga karena yang akan kita saksikan adalah kerusakan rumah, harta benda serta penderitaan orang akibat letusan (erupsi) gunung Merapi. Biasanya kita datang ke tempat wisata adalah untuk menyaksikan keindahan dan kebahagiaan, bukan kesengsaraan. Baru setelah ada penjelasan dari pemandu dalam perjalanan pulang dari Bunker Kaliadem sebagai tujuan akhir yang dikunjungi kita bisa memaklumi. Selain mengingatkan kita akan kekuasaan yang Maha Kuasa, ternyata hasil pemasukan dari pengunjung juga digunakan untuk membantu penduduk yang direlokasi akibat terkena dampak bencana erupsi merapi di tahun 2010.
Pesan Merapi di depan museum "Sisa Hartaku" (Merapi message in front of "The Rest of my Treasure" museum)

“aku ora ngalahan. Tur yo ora pengen dikalahke. Nanging mesti tekan janjine, mung nyuwun pangapuro nek ono seng ketabrak, keseret, kenter, kebanjiran lan klelep. Mergo ngalang-ngalangi dalan seng bakal tak liwati”. (Aku tidak mengalah juga tidak ingin dikalahkan. Namun harus nyampe janjinya, hanya minta maaf kalau ada yang tertabrak, terseret, kebanjiran dan tenggelam. Karena menghalangi jalan yang bakal aku lewati). Begitulah pesan Merapi yang terdapat di rumah museum “Sisa Hartaku”.

Selain terdapat jam dinding yang berhenti berdetak, ada juga motor yang tinggal rangkanya saja, kerangka sapi, uang dan gelas yang meleleh, televisi rusak, kasur dan pakaian yang tersisa, serta perabotan rumah lainnya. Terpampang pula foto wedus gembel (awan panas) yang turun dari puncak merapi dengan bentuk yang menyerupai wajah angker. Suasana sedih dan haru menyelimuti pengunjung yang datang ke museum “Sisa Hartaku” tersebut. Semoga saja bencana serupa tidak terulang lagi di kemudian hari.
Waktu terjadinya erupsi Merapi (Time of Merapi eruption)

Tengkorak Sapi akibat erupsi (Cow skeleton due to eruption)

Setelah cukup lama berkeliling dan berfoto di area museum mini terutama di jam dinding bukti erupsi Merapi, perjalanan dilanjutkan ke batu Alien yang ada di pinggiran kali Bendol. Batu Alien merupakan batu besar yang sekilas menyerupai wajah manusia. Ada bentuk mata, hidung, dan mulut yang terukir di batuan alami tersebut. 
Rumah kosong yang ditinggal oleh pemiliknya (Empty house abandoned by the owner)
Di sepanjang perjalanan menuju Batu Alien terlihat rumah-rumah hancur yang dibiarkan kosong oleh pemiliknya dengan tanaman pohon Albasia yang tumbuh subur di pekarangan. Memang sekarang ini radius 20 Km dari puncak merapi tidak boleh dihuni karena termasuk daerah rawan bencana. Karena medan yang ditempuh cukup berat, satu-satunya kendaraan yang dipakai adalah jenis Jeep Toyota Land Cruiser. Tarif yang dikenakan bagi pengunjung erupsi merapi adalah 350Rb dan 500Rb per Jeep tergantung banyaknya obyek yang dikunjungi. Harga tersebut sudah termasuk ongkos masuk obyek wisata, masker, minuman, dan tentu saja asuransi dari Jasa Raharja Putera.
Batu "Alien" ("Alien" rock)

Dari batu Alien tersebut bisa kita lihat Kali Bendol yang ramai dengan penambang pasir. Di satu sisi Merapi berbahaya ketika erupsi, di sisi lain hasil muntahan gunung Merapi berupa material pasir yang bermanfaat untuk bahan bangunan. Kalau cuaca sedang cerah kita bisa melihat puncak gunung Merapi menyembul dari balik Bukit. Di tepi tebing kali Bendol yang kering tersebut kita bisa berfoto dengan latar belakang daerah penambangan pasir nun jauh di bawah sana.
Pemandangan Kali Bendol yang gersang (Scenery of dry Bendol river)

Perjalanan selanjutnya adalah menuju ke Bunker yang terdapat di dusun Kaliadem. Sepanjang perjalanan masker harus selalu dipakai untuk menghindari banyaknya debu yang berterbangan dikarenakan jalanannya masih belum diaspal. Bunker tersebut menjadi saksi bisu pernah digunakan oleh relawan yang menghindari erupsi merapi tahun 2006. Tetapi karena kedahsyatan awan panas yang tidak mampu ditahan oleh Bunker, kedua orang relawan tersebut tewas di dalam Bunker.
Kaliadem Bunker

Udara di sekitar bunker terasa dingin dikarenakan letaknya yang tinggi mendekati puncak gunung Merapi. Untuk masuk ke dalam bunker harus menggunakan alat penerangan dikarenakan keadaan bunker yang gelap gulita. Para pengunjung merapi bisa beristirahat di seberang bunker yang banyak terdapat warung penjual makanan dan minuman. Tidak ketinggalan pula para penjual bunga kering yang dirangkai menjadi karangan bunga dan penjual kaos sebagai souvenir kalau kita pernah mengunjungi gunung Merapi.
Apabila kita berdiri di atas bunker tersebut akan tampak puncak gunung Merapi pada saat cuaca sedang cerah dan tidak ada awan yang menutupi puncaknya. Dari kejauhan akan kelihatan masjid yang letaknya di samping rumah Mbah Maridjan di dusun Kinahrejo, desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Mbah Maridjan merupakan juru kunci Gunung Merapi yang meninggal dunia pada saat letusan dahsyat tahun 2010. Beliau bersikeras tidak mau dievakuasi oleh tim dikarenakan keyakinannya dampak erupsi merapi akan seperti tahun-tahun sebelumnya. Untuk menghormati jasanya pada tahun 2011 pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta memberikan penghargaan Anugerah Budaya dalam kategori pelestari adat dan tradisi.
_______________________________________________
 

TRACES OF MERAPI ERUPTION

Everybody knows Mbah Maridjan with his trademark slogan "Rosa, Rosa" (Strong, Strong) which is still played on the television as an advertising of an energy drink. Mbah Maridjan was the guardian of Mount Merapi, which became a victim of ferocity eruptions he guarded. As if time stopped at the time of the massive eruption that sacrificed many lives. Friday, November 5, 2010 at 00:05 early morning is a silent witness of a broken wall clock that still displayed in the Museum "Sisa Hartaku” or The rest of my treasure" located in the hamlet petung, Kepuharjo village, districts of Cangkringan, Sleman regency, Yogyakarta.
First time seeing the awesomeness sight of Merapi eruptions is somewhat sad  because we will see the destruction traces of homes, property and people's suffering as a result of Mount Merapi eruption. If we come to the tourist attractions usually to see the beauty and happiness, not misery. Only when there is an explanation from a guide on the way home from Kaliadem bunker  as the final destination being visited we could understand. Besides reminding us of the power of the Almighty, the result of the influx of visitors is also used to help residents affected and relocated due to the Merapi eruption in 2010.
“aku ora ngalahan. Tur yo ora pengen dikalahke. Nanging mesti tekan janjine, mung nyuwun pangapuro nek ono seng ketabrak, keseret, kenter, kebanjiran lan klelep. Mergo ngalang-ngalangi dalan seng bakal tak liwati” (I did not succumb also do not want to be defeated. But it must be deliver promise, only apologize if anyone was hit, dragged, swamped and sank. Because in the way that I would pass). That is Merapi message in Javanese Language written in front of the museum "The rest of my treasure".
In addition a wall clock that stops beating, there are also a remaining of frame motors, cow skeleton, melting coin and glass, broken televisions, mattresses and clothes remained, and other broken home furnishings. Also posted photos wedus gembel (hot clouds) that come down from the peak of Merapi with a shape that resembles a haunted face. Sad mood and emotion encompassed visitors who come to the museum "The rest of my treasure". Hopefully, a similar disaster does not happen again in the future.
After enough walk around and take pictures in the museum area especially a wall clock as proof of time when Merapi erupted, proceed to Alien Rock in edges of Bendol river. Alien rock is a large stone that at first glance resembles a human face. There is a form of eye, nose, and mouth etched in that natural rock. Along the way to the Stone Alien seen houses destroyed were left empty by their owners with Albasia trees that thrive in the yard. It is now a radius of 20 km from the peak of Merapi may not be occupied because it includes disaster-prone areas. Because of the road is not smooth, the only vehicle used is the type of Jeep Toyota Land Cruiser. The rate charged for visitors of Merapi eruption is 350 thousand rupiahs (USD 24.6) and 500 thousand rupiahs (USD 35.2) per Jeep depending on the number of objects you visited. The price includes entrance fees, masks, drinks, and of course the insurance from Jasa Raharja.
From the Alien rock we can see Bendol river bustling with sand miners. On one side very dangerous when Merapi erupted, but on the other side  Mount Merapi vomit resulted the form of granulated materials useful to build the house. If the weather was clear we could see the mountain peaks emerged from back of the hill. On the edge of the cliff  Bendol river which was dry, we can take pictures with a background of sand mining areas down there.
The next trip is to go to Bunker located in Kaliadem hamlet. Throughout the trip, masks should always be worn to avoid the large amount of dust floating because the road was still not paved. The bunker is a silent witness which was ever been used by two volunteers who avoided Merapi eruption in 2006. Unfortunately because of the awesomeness of heat cloud which is unable to be detained by bunkers, two volunteers were killed in the bunker.
The air around the bunker was cool because it is situated at height near the peak of Merapi mount. To get into the bunker visitor should bring lighting equipment due to atmosphere inside the bunker was very dark. The visitors can take a rest across bunkers where numerous stalls selling food and drink. Also exist the seller of dried flower which was strung into garlands and sellers of T-shirt as a souvenir if we ever visit Mount Merapi.
If we stand on top of the bunker will appear the peak of Mount Merapi when the weather was sunny and no clouds covering the peak. From a distance appeared a mosque that is located next to the house of Mbah Maridjan in Kinahrejo hamlet, Umbulharjo village, Cangkringan, Sleman. Mbah Maridjan is the guardian of Mount Merapi who died during the devastating eruption in 2010. He insisted not to be evacuated by the team because of his faith the impact of Merapi eruption same as previous years. To honour his services, in 2011 the government of Yogyakarta Special Region rewarding Cultural Award in the category conservationist of customs and traditions.